Tuesday, September 1, 2015

Ruang Tengah yang Hangat




Baloq Sade Foundation, 
ruang tengah  yang hangat

Pada masa lalu yang sendu, beberapa pahlawan berjuang mempertahankan tanahnya dari penjajahan. Beberapa mengalami masa-masa gemilang, beberapa mengalami masa runtuhnya. Di sebuah desa di Tana Awu Lombok tengah, Desa Ungga namannya, Baloq Sade adalah salah seorang pahlawan yang namanya sangat dikenal di desa ini pada masa lampau. Kini, nama itu telah memberi inspirasi bagi beberapa pemuda yang akhirnya digunakan sebagai nama sebuah rumah belajar untuk anak-anak. Di awal Januari 2014, saya dan Ismed (alumni Canada-Indonesia Youth Exchange Program 2010) berkunjung ke sana. Baru saja saya sampai, tempat itu sangat sepi, hanya sebuah bangunan dari dinding bambu yang sederhana, rumput hijau dan beberapa bunga yang ditanam sangat asri. Sore hari yang sejuk, pikir saya. Mas Junet, adalah pendiri rumah belajar ini mempersilahkan kami masuk. Ia dulu mahasiswa pencinta alam (Mapala Unram) yang baru saja pulang dari Australia untuk menyelesaikan gelar masternya. Seorang teman yang tulus telah menyumbangkan halaman rumahnya untuk dijadikan tempat belajar anak-anak ini. Bahkan rumahnya yang tidak besar juga dijadikan ruang belajar. Anak-anak yang belajar di sini memang cukup banyak, lebih dari 50 anak yang terdiri dari paling kecil yaitu paud sampai anak SMA. Anak-anak yang duduk di kelas 1 sampai 3 SD belajar di atas terpal yang digelar di atas rumput, dimana ketika mereka lelah dan tidur-tiduran bisa langsung memandang langit luas yang menjadi atap kelas mereka. Musim hujan memang membawa berkah bagi kebanyakan orang, tapi bagi anak-anak di sini, ketika hujan turun mungkin kelas-kelas diliburkan. Bangunan dari dinding bambu yang beratapkan seng itu memang bangunan utama rumah belajar ini, di dinding samping digantung beberapa papan kayu tipis yang bertuliskan Baloq Sade Foundation dengan warna-warna cerah.



Sukarelawan yang mengajar di sini cukup aktif. Jadwal mengajar tiap sabtu sore, siang-siang mereka sudah bersiap-siap datang dari daerah-daerah luar. 

Kebanyakan dari mereka tergabung dalam komunitas pecinta alam dan musik. Mereka anak muda yang peduli akan keterampilan seni dan menjaga lingkungan, karena mereka peduli pada jati diri generasi penerus dan pada keseimbangan alam.
 
Semuanya, termasuk anak-anak di ajarkan melukis dan bermain musik. Beberapa lukisan dengan warna-warna unik dan  beberapa alat musik seperti jimbe dan gitar digantung di sepanjang dinding bambu. Ada sebuah loteng kecil sebagai ruang membaca, buku-buku berserakan dengan anak-anak yang menumpuk. Sulit tidak terpesona pada pemandangan yang penuh kebebasan itu. 


Dan seorang perempuan muda datang dengan penutup kepala dari anyaman bambu dengan anaknya yang masih sangat kecil, mungkin 3 tahun usianya.  


“Ini anak saya mba, Cuma satu, mau ikut belajar bahasa ingggris”, katanya kepada saya.
“Habis dari sawah Bu?”, tanya saya.
“Tidak mba, kami biasa memakai topi caping ini biar gak panas kalau jalan kaki”.

Anak ibu itu sangat lucu dengan rambut yang disemir pirang dan semangat mengucapkan kata-kata dalam bahasa inggris. Beberapa orang tua juga mulai berdatangan dengan anak-anaknya yang masih kecil-kecil dan dengan canda tawa hangat di mata mereka. Mendampingi anak-anaknya yang sedang belajar, waktu-waktu seperti ini yang sudah hilang. Yang paling dibutuhkan anak-anak ini adalah motivasi, inilah semangat yang kembali tumbuh. Saya menemukan diri saya seperti berada di ruang tengah yang hangat. 




No comments:

Post a Comment