untuk halaman Persona
koran Tribun Bali
Sedari kecil, Cokorda Agung
Pramanayogi sudah menyukai fotografi. Pria yang akrab disapa Pram ini kini
memilki studio foto sendiri yang diberi nama Pramanta Studio. Pramanta diambil
dari nama Pramanayogi Cipta Utari yang merupakan penggabungan nama Pram dan
istrinya. Sebelum menjadi Pramanta Studio, pada awalnya studio foto dan video
ini bernama “Huruf A” art studio project.
Huruf A dibangunnya sendiri pada 2010, dengan semua project diselesiakan
sendiri. Setiap ada orderan pekerjaan, Pram memakai Huruf A sebagai lebel
pertamanya. Huruf A akhirnya bertransformasi menjadi Pramananta Studio di awal
tahun ini dengan lebih banyak bidang tambahan. Selain photo-video, ada juga
interior, arsitektur, dan fashion design.
“Awalnya lebih fokus kepada video
komunitas. Awalnya studio memang belum dikomersilkan, karena pertama harus
membentuk brand, sampai nantinya punya
nama yang dikenal banyak orang,” jelas Pram. Pria yang menyukai film dokumenter
ini sangat mendukung kegiatan komunitas-komunitas pemuda. Setiap ada event komunitas, Pram dengan senang hati
menawarkan diri untuk membuat video eventnya.
Hasil filmnya dikasih ke komunitas secara free.
Karena dari awal niatnya memang belajar, tidak meminta bayaran. Meskipun
menawarkan diri dan free, Pram tetap
profesional dalam bekerja. Bekerja baginya adalah berkarya. Yang ia yakini
kelak, karyanya ini sebagai portopolio untuk diperlihatkan kepada setiap klien.
“saat itu memang free, sekalian belajar dan bisa menambah pengalaman,” ujar
Pram.
Semakin kedepannya, Pram lebih
serius menggarap studionya, yang mulai diangkat ke usaha bisnis. Studio yang
awalnya bergerak hanya di bidang video dan potografi, sekarang lebih banyak
bidang seperti arsitektur, interior, dan
fashion design. Karena melihat
pengalamannya semasa kuliah arsitek, Pram memadukan skill ilmu arsitekturnya
dengan video-photo. Sedangkan fashion
design yang berfokus ke kostum dan aksesoris dibantu istrinya. Project paling besar yang pernah digarap
ketika mendapat orderan dari Universitas Pelita Harapan Jakarta yang saat itu
akan menyelenggarakan event pameran
dan workshop mahasiswa arsitektur,
dimana pembicaranya merupakan arsitek dari Jepang. “Dari EO event itu meminta
saya untuk membuat video opening
acara secara global yang berisi promosi event
Trinale Arsitektur UPH. Video yang digarap sesuai dengan tema event saat itu, “Waktu adalah Ruang”,”
jelas Pram.
Beberapa orderan yang didapatkan
Pram mulai banyak kepada video wedding.
Promosinya kebanyakan dari klien sendiri. Karena klien merasa video karya Pram bagus,
akhirnya dengan sendirinya promo cepat tersebar dari teman ke teman. Bahkan
pernah mendapat orderan dari Jakarta yang tidak mengetahui bahwa kantor
Pramananta bermarkas di Bali. Saat ini, Pram sedang fokus menggarap project video berikutnya yang merupakan
orderan seorang klien dari Hongkong. Biaya untuk sekali project videonya
tergantung dari tipe orderan. Ada yang berupa video dokumentasi yang lebih
panjang, ada yang berupa video klip yang berdurasi 5 menit. Harga pembuatan
satu project video tergantung dari waktu lamanya produksi. Video yang waktu
produksinya bisa sampai seharian memang biayanya lebih mahal dari video klip
biasa. Namun Pram tidak mematok harga yang tinggi. Baginya, yang terpenting
klien suka dengan hasilnya.
“Kalau video dokumentasi lebih
mahal dari video klip biasa, karena waktunya lama, dan lumayan capek menguras
tenaga saat produksi dan editing, harus stand
by dari pagi dan lembur,” ungkap Pram. Basic
awalnya dari video komunitas. Dari situ ia menyadari bergelut di dunia kreatif
yang tidak bisa berdiri sendiri. Saling membantu sesama teman yang lainnya
dalam berkarya. Saling mendukung sehingga bersama-sama berhasil punya nama,
keberhasilan teman yang didukungnya itu membuat Pram ikut senang. Pram merasa
usahanya masih baru, dan sekarang akan semakin mematangkan sistem menejemen
kantornya. Semua proses dilakukan Pram sendiri, mulai dari merekam, photo take, editing sampai arsitektur desain dilakukannya sendiri.
Berawal Dari Dokumentasi Keluarga
Latar belakang Pram menyukai film
memang berasal dari keluarga. Ayah Pram merupakan seorang yang menyukai
dokumentasi. Meskipun ayahnya seorang dokter, tapi sangat mencintai
dokumentasi, sehingga koleksi foto di rumahnya sangat banyak. Hal itu membuat
Pram dari kecil sudah terbiasa dengan kamera. Saat duduk di bangku SMA Pram
sudah mulai menyadari tentang ketertarikannya pada video. Berawal dari kakanya
yang waktu itu sedang membuat video tentang acara kampus. Dari situ Pram mulai
belajar dan sangat menikmati keseruan membuat film. Akhirnya film pertamanya ia
garap ketika SMA yang menceritakan tentang organisasinya waktu itu. Ia mulai
serius belajar editing pada tahun 2005. Namun Pram merasa itu hanya sekedar
hobi, sehingga ketika kuliah ia mengambil jurusaan lain. Namun masa-masa kuliah
semangat sineasnya semakin bergairah. Lantaran masa itu mulai banyak
bermunculan komunitas film. Ia mulai mengikuti workshop film. Begitu mencintai
dunia film, Pram sampai membuat sebuah film sebagai tugas akhir kuliah
arsitekturnya. Dari situ ia menyadari ternyata dalam menyampaikan pendapat itu
lebih mudah dengan menggunakan audio visual. “Ketika saya menjadi arsitek
ketika menjelaskan ide yang ia punya, ternyata lebih gampang dengan film, orang
menjadi lebih tertarik dan mudah mengerti tentang konsepnya. Sejak saat itu
mulai 2011 saya mulai ikut banyak workshop, mulai serius menggeluti film, mulai
belajar banyak tenatng editing, bagaimana teknik video yang benar, “ tutur
pemuda yang pernah menjadi Indonesia Youth Ambassador pada program Pertukaran
Pemuda ASEAN-Jepang itu.
Dokumenter Samudera Pasifik
Film dokumenter pertamanya
menggarap tentang perjalanan program pertukarannya ke Jepang dan negara ASEAN
dengan melayari Samudera Pasifik dan laut Cina Selatan. Film itu menceritakan
tentang persahabatan pemuda antar negara ASEAN-Jepang. Film itu mendapat
sambutaan yang luar biasa dari peserta pertukaran. Menjadi film yang akan
dikenang selama perjalanan melayari Samudera Pasifik. Impian Pram saat ini akan
menggarap sebuah film dokumenter keluarga.
Tentang perjalanan kehidupan dirinya dan istrinya sampai anaknya remaja.
Terhadap Pramanta Studio, Pram menganggap setiap usaha harus punya value. “Usaha buat saya adalah karya,
kita memang membutuhkan uang tapi bukan itu tujuan utamanya. Ketika melakukan
pekerjaan dengan benar maka uang itu akan datang, karena usaha yang kita
kerjakan sebaiknya akan bernilai dengan sendirinya. Yang paling penting dalam
usaha saya adalah karya. Saya paling berkesan ketika melihat hasil karya film yang saya buat, mulai dari yang
biasa ketika memakai kamera pocket,
sampai mengalami perkembangan yang lebih baik saat ini, hal itu yang sangat
memotivasi saya, mengingat lagi ketika bagaimana awal berjuang dulu,“ jelas
Pram. Salah satu karya filmnya yang mendapat penghargaan yaitu film pendek
fiksi “532” sebagai the best director
dan the best movie SSEAYP film festival 2012.
*Persona, Tribun Bali edisi 24 Agustus 2015
No comments:
Post a Comment