Ipung Cuomo Bersama Mave Magazine
majalah saku kecil, sederhana, apa adanya
Sejak 2011 Ipung Cuomo memimpin
Mave Magazine. Sebuah majalah yang menjadi wadah berkreatifitas anak muda di
Indonesia. Laki-laki yang bernama asli Purnawan ini tetap konsisten pada perekembangan
industri kreatif indie. Seperti clothing,
musik, barbershop, kafe, dan kuliner,
menjadi fokus utamanya selama 4 tahun berkreasi.
Berawal dari keprihatinan
perkembangan industri kreatif lokal yang mengalami kesulitan untuk bertahan.
Menurutnya, banyak dari anak-anak muda Bali yang baru saja memulai usahanya
belum mengerti tentang market. Pada akhirnya usaha mengalamai pemerosotan.
Sebagai seorang yang cukup lama berkecimpung di media periklanan, Ipung melihat
kondisi ini bisa diatasi dengan menyediakan media khusus untuk memperkenalkan industri
lokal ini. Berangkat dari kegelisahan itu, laki-laki yang bergelar sarjana
advertising ini membuat Mave Magazine sebagai salah satu cara merangkul
industri keatif khususnya anak muda.
“Karena melihat keadaan di
Denpasar sedang banyak bermunculannya clothing
atau distro-distro akhirnya ide kreatif muncul untuk membuat sebuah majalah clothing bertema anak muda. Awalnya
berorientasi di sekitar Denpasar dan Kuta saja, karena memang fokusnya untuk
lokal. Ide ini muncul karena melihat anak-anak
muda yang punya potensi yang kreatif tapi belum ada wadah untuk
menampungnya, alangkah menarik jika ada media yang bisa menulis tentang karya
anak-anak muda ini, akhirnya dibuatlah
majalah clothong dengan nama Mave yang
disambut baik oleh kalangan anak muda,” jelasnya.
Pocket magazine adalah ide yang
fresh dan unik. Ipung berupaya untuk menciptakan sebuah terobosan baru. Mave
didesain khusus sebagai majalah anak muda yang nyaman dipegang, diselipkan di
kantong jins, ataupun nyaman dimasukkan dalam tas. Isinya sangat mementingkan
kwalitas. Ipung berusaha untuk tetap profesional dengan cetakan terbaik.
“Banyak sih tempat cetak yang murah, tapi saya tetap ingin yang berkwalitas dan
memberikan yang terbaik di kalangna anak muda,” jelas Laki-laki asal Jakarta
ini. Percetakan langsung dicetak di Bali, tepatnya di daerah Pulau Moyo. Sekali
cetak minimal 4000 eksemplar. Biasanya dicetak 8000an tergantung pemasukan. Ia
menjelaskan omsetnya baru mencapai belasan juta perbulan. “Karena kliennya anak
muda, mereka belum mengerti budgeting
promo, jadi memang dipatok tidak mahal. Tujuannya memang sebagai media untuk
anak muda yang memang baru awal berbisnis.” ujarnya lagi.
Mave terbit sekali sebulan setiap
tanggal 15. Awalnya kontributor sangat terbatas, karena hanya memberikan
informasi wilayah Denpasar. Sekarang sudah cukup banyak. Hampir di setiap kota
di Indonesia sudah ada yang meliput khusus seperti Jakarta, Bogor, Bandung,
Jogja, Surbaya, samapi ke Sumatera dan Sulawesi. Menurutnya, karyawan yang stay di kantor sudah cukup 7 sampai 8
orang yang fokus pada media online.
Ipung berharap, Mave semakin berkembang menjadi media yang
mengulas segala hal yang berkaitan dengan musik, fashion, movement, atau
apapun yang merupakan bagian dari youth culture. Dengan tujuan untuk
menjadi jembatan komunikasi yang dirasa amat dibutuhkan kehadirannya. Melalui
media, pendekatan dan penyajian informasi terhadap publik akan tersalurkan
lebih mudah dan cepat. Hal ini tentu saja
untuk mendukung perkembangan dan kemajuan budaya di Bali pada khususnya dan Indonesia pada umumnya, terutama
music, fashion, art and cultures.
Untuk itu, Ipung ingin mengajak seluruh insan yang memiliki keterkaitan dan kecintaan terhadap youth cultures untuk ikut bekerjasama dalam rangka mengontrol, dan mempertahankan keragaman budaya serta meningkatkan potensi masyarakat dibidang ini demi pembangunan kualitas anak-anak muda.
Untuk itu, Ipung ingin mengajak seluruh insan yang memiliki keterkaitan dan kecintaan terhadap youth cultures untuk ikut bekerjasama dalam rangka mengontrol, dan mempertahankan keragaman budaya serta meningkatkan potensi masyarakat dibidang ini demi pembangunan kualitas anak-anak muda.
Prinisip Learnging by Doing,
Pemberi Semangat Saat Down
Setiap usaha ada pasang surutnya.
Begitu yang diyakini Ipung. Ada banyak tantangan yang sudah dilewatinya selama
memimpin Mave. Kesulitan yang pernah dihadapi ketika tidak ada yang memasang
iklan. Sedangakan Mave adalah majalah gratis yang terbit sebulan sekali. Ipung
menyadari di dunia media saat ini banyak free
magazine. Menurutnya, majalah yang dulunya memilki harga sekarang malah
banyak menjadi free. “Sempat down ketika industri clothing mulai menurun. Karena fenomena
itu sayapun terkena dampaknya, tidak ada yang masang iklan. Akhirnya mulai
membuka ke industri kreatif lain yang lebih luas. Sekarang masih terus belajar,
yang paling penting untuk kesejahteraan karyawannya cukup,” jelas laki-laki
yang sudah belasan tahun tinggal di Bali ini. Ipung berusaha bagaimana agar
tetap bertahan. Prinsipnya banyak belajar dari pengalaman yang dulu ketika
masih bekerja di Jakarta, dimana kliennya memilki bisnis profesional. “Sedangkan
untuk klien yang sekarang lebih ke komunitas yang basicnya bukan bisnis, punya tantangan tersendiri. Terkadang sulit
berkomunikasi dengan mereka, tapi karena punya prinsip learning by doing jadi tetap yakin dan diusahakan yang terbaik,”
tuturnya. Tantangannya lebih memberikan edukasi tentang budgetting dan promo bagaimana produk anak muda ini nanti bisa
dikenal orang dan bisa ke luar Bali. “Kebanyakan yang kreatif-kreatif belum
berani ke luar Bali padahal mereka punya skill,” komennya. Perrnah ada
pengalaman, konsep pocket magazine
yang dengan mudah bisa dimaskukkan kantong jins ini, sempat diikut majalah lain
yang baru terbit. Awalnya Ipung tidak terlalu memusingkan. Lama-lama ternyata
ada inbasnya juga. Ketika Mave mulai merambah ke industri mancanegara, tidak
sedikit yang mengomentari majalah Mave mirip dengan majalah yang baru terbit
tersebut. Belajar dari situ, Ipung menyadari bagaimana yang bermodal
mengalahkan karakter Mave yang saat itu masih menjadi majalah lokal. Akhirnya Ia
mengubah desainnya. Dibuat lebih besar lagi dengan bentuk kotak yang cukup unik
dan tetap nyaman dipegang serta fleksibel dibawa kemana-mana.
Sering Disangka Majalah Jakarta
Banyak yang mengira Mave adalah
majalah Jakarta. Ketika ada email
yang masuk, Ipung kerap diundang besoknya dari banyak industri di Jakarta.
Ipung menjelaskan kalau Mave adalah majalah Bali. Kontributor special event sudah ada yang foto dan
menulis di Jakarta dan di setiap daerah. Untuk berita bisa dikatakan 50
persen band Bali dan 50 persen luar Bali
seperti Jakarta, Bandung, dan Jogja, yang selama ini memilki ulasan cukup
banyak. Ipung tetap konsisten bahwa Mave
memilki basic lebih ingin
memperkenalkan band-band bali ke luar, dan memperkenalkan band-band luar ke
komunitas anak muda Bali. “Benang merahnya sekarang lebih ke industri musik,
kita punya agenda tahunan Mave on Tour.
Kita undang band-band lokal untuk tampil di jalan. Seperti King of Panda, Simphony
of Silent, dan band-band yang punya potensi bagus yang bisa berkesempatan untuk
berrmain di luar Bali. Agenda tahunan mengajak band lokal Bali untuk tour ke luar Bali, sampai ke Bandung dan Jakarta, sebagai penambah
pengalaman, ” jelasnya.
Ipung berupaya agar Mave tetap
bisa menjadi bagian perkembangan industri kreatif lokal. Dengan membuat event
musik dan program Pasar Akhir Pekan. Kliennya punya budget sedikit tidak
masalah, yang penting bagi Ipung, secara tidak langsung anak-anak muda
mengalami sendiri seperti apa event promosi.
Mave diundang untuk memegang beberapa venue untuk acara anak muda, seperti di planet hollywood, district,
dan Hard Rock memberikan free entry khusus Mave selama 6 bulan diadakan
seminggu sekali. Setahun sekali, Ipung melahirkan Mave dengan konsep baru. Merubah
haluan dalam arti target kliennya banyak ke industri kreatif daerah Kuta yang dilihatnya
akan memberi peluang lebih muncul ke permukaan. “Kita punya progrm Pasar Akhir
Pekan yang diadakan dari mall ke mall. Awalnya di Lippo Mall. Karena acara kita
usahakan fresh dan unik, akhirnya banyak permintaan untuk mengadakan Pasar Akhir
Pekan selanjutnya,” jelas Ipung. Ia
membuka kesempatan kepada industri kreatif indie untuk membuka lapak-lapak
unik, seperti jualan mainan jadul, kamera analog, dan pementasan musik yang
lebih kalem. Saat ini Ia mulai masuk ke event besar, Pasar Akhir pekan selanjutnya
akan diadakan di konser Coboy Junior pada Agustus mendatang.
No comments:
Post a Comment